GPI Gelar Unjuk Rasa Depan Gedung DPRD Kabupaten Blitar
BLITAR, Lintasskandal.com – Kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Blitar, melaksanakan aksi unjuk rasa terkait beberapa permasalahan yang terjadi di Kabupaten Blitar, Senin (18/09).
Aksi Ormas GPI tersebut, menyampaikan orasinya di Kantor DPRD Kabupaten Blitar, usai melakukan orasi di depan kantor dewan. Perwakilan, dan dari perwakilan GPI tersebut diterima oleh Komisi I DPRD Kabupaten Blitar.
Pada kesempatan tersebut, perwakilan GPI menyampaikan beberapa tuntutan diantaranya, pengelolaan PDAM diduga ada kebocoran, pengelolaan Eks Bengkok dan sewa Rumah Dinas Wakil Bupati Blitar yang saat ini sudah mengundurkan diri. Serta Pengelolaan RSUD dan pembangunan infrastruktur khususnya jembatan.
Menurut Jaka Prasetya, usai diterima dan beraudensi dengan Komisi I, mengatakan bahwa kepada terkait sewa rumah dinas Wakil Bupati (Wabup ) Blitar penghuninya atau pejabat yang menghuninya sudah mengundurkan diri, jadi rumah tersebut harus dikosongkan, karena kalau tidak, biaya umum setiap bulan akan terserap.
“Rumah dinas Wakil Bupati Blitar disewa sebesar Rp 294 juta pertahun belum dipotong pajak, nanti kita juga menuntut ke APH apakah nilai kontraknya ada kepatutan pengunaan anggarannya,” kata Jaka
”Dan terkait PDAM, kita ingin memperdalam pengelolaan di intern PDAM, karena kita duga ada kebocoran-kebocoran dalam pengelolaannya”, imbuhnya.
Lebih lanjut, Jaka menjelaskan dugaan korupsi di lingkup Pemkab, pihaknya juga mendengar adanya dugaan salah satu pejabat yang saat ini menjadi Kepala Dinas menerima gratifikasi dari pihak ketiga dalam hal pengadaan barang dan jasa.
”Apa ini sudah ditindaklanjuti oleh kejaksaan dan kepolisian,
kita nanti akan kumpulkan data-data dan kita dorong kepada penyidik kejaksaan dan kepolisian untuk segera menindak lanjuti dan kita akan kawal terus. Dan ternyata pihak ketiga yang diberikan wewenang untuk mengerjakan di pengadaan barang dan jasa itu ternyata bermasalah hukum, karena pernah menjadi tersangka di Sulawesi Barat sejak 23 Juni 2023,” jelas Jaka.
Terkait aset eks bengkok, dirinya juga menambahkan, pengelolaan eks bengkok yang aturan dan regulasinya dilakukan oleh Kepala Kelurahan di seluruh Kabupaten Blitar. Sudah jelas ada target yang harus disetor ke Pemda lewat Bappenda.
Namun dari pihak APH, mempermasalahkan dan juga ada beberapa Kepala Kelurahan yang dipanggil dan seakan pemerintah daerah tidak melakukan upaya perlindungan terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh Kepala Kelurahan.
”Nanti kita juga pertanyakan ke APH dimana kontruksi hukumnya, kalau mau disalahkan. Bukan lurah yang harus bertanggung jawab tapi Sekda, karena regulasi yang membuat Sekda atau Bupati dan sudah ada Perbub serta ditindaklanjuti dengan SK Bupati tentang pelaksanaan lelang eks bengkok,” pungkasnya. ,(red)