Dirjen Bina Marga Rampungkan Pembangunan Senunl Point Bromo
PROBOLINGGO, Lintasskandal.com Jembatan Kaca Seruni Point yang sudah dibangun Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga melalui Balai Geoteknik Terowongan dan Struktur (BGTS) pada kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur, merupakan jembatan istimewa karena jembatan pertama dengan tipe suspended dan berbeda dengan jembatan yang ada sebelumnya. Letak perbedaan terlihat pada struktur kabel utama yang diposisikan pada bagian lantainya, sehingga dari segi kelenturan kabel akan lebih kaku dan dari segi kekuatan akan lebih stabil dibandingkan dengan jembatan yang menggunakan teknologi atau metode suspention.
Jembatan kaca, yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Kabupaten Probolinggo merupakan karya anak bangsa. Jembatan ini membentang sepanjang 120 meter dengan lebar 1,8 meter dan dibangun di atas jurang berkedalaman 80 hingga 100 meter.
Jembatan Kaca Seruni Point kuat menampung 100 orang sekaligus. Di mana, jembatan ini menghubungkan antara kawasan wisata Seruni Point dengan shuttle area pemandangan Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru.
Hal tersebut disampaikan oleh Ditjen Bina Marga, Kepala BGTS Fahmi Aldiamar menerangkan, bahwa alasan jembatan kaca Seruni point menggunakan metode suspended karena pertama, lokasi Bromo ini cukup menantang dan merupakan lokasi daerah yang ceruk. Ceruknya itu cukup dalam sampai dengan 80 meter, dan posisinya dari segi temperatur relatif dingin dengan lokasi lain, sehingga pertukaran udara dan aliran angin akan lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi daratan yang lain, jadi memang ada kekhususan untuk membuat jembatan jadi lebih stabil.
“Dari segi fungsi jembatan ini tidak hanya untuk sebagai jembatan penyeberangan saja, jadi utamanya adalah untuk membuat atraksi atau membuat destinasi wisata baru didaerah bromo sehingga dari segi dukungan kita ke Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) akan lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lokasi lainnya,” terang Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan, Bahan kaca yang digunakan untuk jembatan kaca Seruni point ini mirip dengan kaca tipe tempered glass menggunakan dua lapis, kaca yang bagian atas dan bagian bawah direkatkan dengan matrial SGP (Sentry Glass Plus) dengan tujuan untuk merekatkan dan memberikan kekuatan tambahan pada kacanya. Dengan cara tersebut kaca tidak mudah hancur dan tertahan oleh matrial SGP. Bahan ini sudah dilakukan pengujian di laboratorium.
Jembatan Seruni Point tersebut, telah diuji dengan beban karung, dengan berat masing – masing karung 25 – 50 Kg. Karung tersebut diposisikan serta dijajarkan pada sisi samping kanan dan kiri jembatan dengan total berat beban mencapai 8,4 ton atau setara dengan 100 orang di dalam jembatan. Serta dipasang sensor dibagian bawah jembatan untuk memberikan sinyal lampu merah sebagai peringatan jika terjadi instrumen pergerakan yang terjadi dan beban berat yang berlebih pada jembatan.
Sebagai bahan informasi, untuk para pengguna jembatan kaca Seruni point, penggunaan jembatan ini menggunakan dua konsep alat pengaman untuk pengunjung, yang pertama pelindung kaki yang digunakan ketika melewati jembatan, dan yang kedua menggunakan body harness yang dikaitkan di satu sisi jembatan. Dan jembatan kaca ini akan difungsionalkan pada akhir tahun 2023.
Fahmi Aldiamar menjelaskan, pada proses pembuatan jembatan seruni ini melewati zona rimba, zona yang tidak boleh ada gangguan. Dan pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepemilikan atau pengelola Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru terkait metode konstruksi yang digunakan gangguan seminimal terhadap daerah konservasi.
“Pertama kita menggunakan drone, dan drone tersebut nanti akan ada tali kecil yang diikatkan dan menjadi media untuk membentangkan kabel dari posisi inlet ke outlet. Jadi dari ujung ke ujung itu pertama pergunakan tali kecil dan diterbangkan menggunakan drone, kemudian tali kecil tersebut disambungkan dengan tali yang lebih besar dan lebih besar lagi, sehingga akan bertemu dengan kabel yang ukuran 2 inchi-an,” jelas Fahmi.
Pekerjaan konstruktsi ini bertahap sehingga tidak ada gangguan pada zona rimbanya, “Nah jadi dari tali yang kecil diterbangkan menggunakan drone kemudian dibagian ujung sudah ada personil yang akan menarik benang tersebut sampai dengan posisi kabel yang besarnya, Setelah itu diikatkan dikunci sehingga tidak ada gangguan pada zona rimba yang dilewati,” tambahnya. (red)