Alumni UI : Program Doktor Kajian Stratejik dan Global UI Bagai Oase Dunia Pendidikan Indonesia
JAKARTA, lintasskandal.com – Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia (UI) muncul sebagai inovasi yang menawarkan pendekatan lintasdisipliner. Program tersebut, merupakan satu-satunya program doktor di antara sembilan program magister yang tersedia di sekolah tersebut.
Menurut alumni Program Doktor by research Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Dr. Raden Edi Sewandono, bahwa pendekatan lintasdisipliner yang diterapkan dalam program ini menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks dan dinamis.
Pendekatan lintasdisipliner, yang telah lama diterapkan di negara-negara maju, jarang ditemukan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia masih cenderung mempertahankan linearitas keahlian, di mana mahasiswa fokus pada satu disiplin ilmu yang spesifik.
Namun, masalah global yang dihadapi saat ini, seperti perang proxy, pandemi, keamanan siber, hingga perdamaian kawasan, tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan keilmuan yang sempit. Solusi yang efektif haruslah menyeluruh, mempertimbangkan berbagai dimensi, dan menggabungkan perspektif dari berbagai disiplin ilmu.
“Inilah yang menjadi keunggulan Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di UI. Program ini dirancang untuk melatih mahasiswa dalam menghadapi masalah-masalah global melalui sudut pandang yang komprehensif dan lintas disiplin,” kata alumni Program Doktor Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Dr. Raden Edi Sewandono.
Dr. Raden Edi Sewandono juga menjelaskan, kalau filosofi yang digunakan dalam program ini bisa diibaratkan sebagai sungai besar, di mana studi doktor menjadi muara dari berbagai cabang ilmu yang mengalir dari hulu.
Pendekatan tersebut menjadikan program doktor ini unik tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat global, karena menggabungkan unsur strategi dan globalisme dalam sebuah pendekatan yang terpadu.
Keberadaan program ini sendiri sudah sesuai dengan Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 26 tahun 2022 dan Peraturan Rektor Nomor 16 tahun 2016 tentang penyelenggaraan program doktor. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa program doktor dijadwalkan untuk selesai dalam enam semester, dan dapat ditempuh dalam kurun waktu paling cepat empat semester dan paling lama sepuluh semester.
Artinya, mahasiswa program doktor, baik yang mengikuti jalur by course maupun by research, memiliki fleksibilitas untuk menyelesaikan studi mereka sesuai dengan kemampuan dan pencapaian mereka.
Selain menawarkan fleksibilitas waktu, Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di UI juga menunjukkan prestasi yang luar biasa di kancah internasional. UI, yang saat ini menempati peringkat 206 di QS World University Rankings 2025, terus memperkuat posisinya sebagai universitas berkelas global dengan dampak yang signifikan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Program ini memberikan kontribusi yang besar dalam mengembangkan lulusan doktor berkualitas yang siap berperan aktif dalam upaya pembangunan di tingkat nasional maupun global,” tambah Dr. Raden Edi Sewandono.
Sementara itu, alumni Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Bayu Wicaksono, menjelaskan bila program di SKSG UI memang dirancang untuk mendukung efektivitas studi, baik dari segi waktu maupun biaya.
Mahasiswa didorong untuk menyelesaikan studi mereka dalam waktu yang lebih singkat, sehingga mereka dapat segera berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Program unggulan ini membuka pendaftaran dua kali setahun pada semester ganjil dan gasal, memberikan kesempatan lebih luas bagi calon mahasiswa untuk bergabung.
Meski begitu, kualitas pendidikan di Kajian Stratejik dan Global UI tetap dijaga ketat. Bayu Wicaksono mencontohkan bila setiap penelitian harus memiliki tingkat kemiripan yang sangat kecil, yakni di bawah 10 persen.
Calon lulusan pun diharuskan mempublikasi penelitiannya tersebut. Bagi S2 penelitian harus dipublikasi di jurnal yang minimal terakreditasi Science and Technology Index (Sinta) 5. Sementara untuk S3 diharuskan untuk menerbitkan penelitiannya di jurnal dengan minimal akreditasi Sinta 2 atau Scopus minimal Q3.
Karena itulah, Bayu Wicaksono merasa di tengah tantangan dunia pendidikan Indonesia yang masih sulit menghasilkan lulusan doktor yang berkualitas dan berdaya saing global, Program Doktor Kajian Stratejik dan Global menjadi oase yang menyegarkan.
“Dengan pendekatan lintasdisipliner yang ditawarkannya, program ini tidak hanya menghasilkan doktor yang unggul secara akademis, tetapi juga mampu menjawab tantangan global dengan solusi yang inovatif dan berdampak luas. Ini adalah langkah penting dalam mendorong Indonesia ke arah pendidikan tinggi yang lebih maju, tanggap, dan relevan dengan kebutuhan dunia,” pungkas Bayu Wicaksono. (red)